Saturday, April 23, 2016

SEBUT SAJA NAMANYA MAWAR



Mawar.

Sebut saja namanya mawar.
Wanita berparas mungil yang mangajarkan ku untuk melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda.
Selayaknya muda mudi yang hidup di ibu kota kami berdua saling menjalin asmara.
Singkat cerita, kamis tepat pukul 7 malam kereta api yang kami naiki pun berangkat.
Kami menuju sebuah kota yang di dalamnya mempunyai banyak cerita.
Jogjakarta, kota istimewa ya kami menuju kesana.
Sepanjang perjalanan mawar tersenyum melihat indahnya pemandangan dari kereta yang kita naiki.
Oh tuhan terimakasih telah mengahadiahiku teman perjalanan seperti ini.

Hey mawar kita sampai di jogja.
Mawar pun berlari selayaknya seorang anak kecil yang  amat senang mendapatkan apa yang ia inginkan.
Ku tengok kanan dan kiri untuk mencari tempat yang akan kita singgahi selama di jogja.
Seorang tukang becak menawarkan untuk mengantarkan ke penginapan yang berada di dalam sarkem.
Wow, mawar kembali tersenyum sambil berkata “bukannya ini tempat para pencari kepuasan duniawi ya?”
Aku pun ikut tersenyum sambil berkata, “yasudahlah aku biasa tertidur dimana pun aku bisa”
Secara perlahan langkah kaki ku mulai menyusuri jalan setapak ini menuju tempat dimana kita akan terlelap diantara bulan dan bintang di tanah jawa.

Mawar kini kita di jogja.
Coba mulai kamu lihat jalan malioboro yang kian sesak dengan pedagang kaki lima.
Coba juga kamu lihat seniman tua itu, dia mencari sesuap nasi dengan ke idealisan yang dia punya.
Walaupun kamu tau mawar, mencari sesuap nasi mengatas namakan idealisme itu memang berat.
Kini kita tinggal di jaman yang semuanya serba kapitalisme, budaya jogja yang anggun mulai tergantikan dengan budaya baru yang semuanya serba hedonisme.

Mawar..
Hari sudah semakin sore, suasana temaram jogja membuat ku lapar.
aku rasa kamu pun lapar.
Gudeg mungkin makanan yang tepat untuk memberi makan cacing cacing yang berada di perut kita.
Dan duduklah kita berhadapan saling lontar cerita.
Aku lihat kamu lebih suka menyantap makanan sederhana ini di bandingkan dengan fast food yang biasanya kita makan di Jakarta.

Mawar pun berkata..
“Aku dengar musisi jalanan itu memainkan lagu yang isi nya tentang kekecewaan dia tentang budaya yang sekarang, apa kamu dengar?”
“iya aku mendengarnya mawar, memang budaya yang kita nikmati sekarang ini telah berubah. Dimana banyak nya campur tangan pihak lain untuk mendoktrin pemikiran kita tentang budaya yang lama agar terganti dengan budaya baru yang mengarah ke barat”
Mawar pun terdiam, walaupun aku tau apa yang sedang di pikirkannya.
“kalau begitu bagaimana musisi jalanan dan seniman tua itu tadi bisa mempertahankan budaya yang lama?” celoteh mawar sambil meminum es the manis minuman kesukaanya.
“ya mereka cinta terhadap tanah kelahiran mereka tanpa memperdulikan datangnya budaya baru” ku balas celotehan mawar dengar senyum miris yang ku punya.

Mawar kini hari sudah malam..
Kota jogja seakan mengajak untuk lebih dalam lagi mengenal isi di dalamnya.
Mungkin ini adalah alasan mengapakota jogja di sebut kota yang istimewa.
Sebagian besar dari mereka masih mempertahankan budaya warisan dari nene moyang mereka.
Disini masih terdengar sayup sayup suara gamelan yang mistis.
Suara sinden dengan ciri khas nya yang membuat mawar menutup kuping karena takut mendengarnya.


Mawar..
Kelak jika kamu kesini lagi bersama aku atau tanpa aku,
Aku harap kamu masih menyimpan semua kenangan di kota yang istimewa ini.
Kota yang mengajarkan kita tentang berbagai macam hal
Kota yang masih menjaga budaya leluhur mereka
Kota yang penuh dengan cerita bagi setiap pelancongnya.
Terimakasih mawar telah memberikan sebuah kenangan manis di kota ini.
Teruntukmu mawar, kamu yang cantik yang istimewa seperti Jogjakarta.
Dari aku mahasiswa tingkat akhir yang kini merindukan senyummu yang abadi.

KOPI



KOPI

Hai, kopi yang ku nikmati malam ini terasa aneh.
Saya sendiri bingung mengapa kopi hitam ini tidak sehitam dulu.
Iya dulu, seperti kopi hitam yang kau sajikan untuk ku.
Kopi hitam tanpa gula, untuk mengetahui cita rasa kopi yang kau sajikan.
Cangkir nya pun terasa kosong, padahal kopi ini telah mengepul karena di sajikan terlalu panas.
Apa mungkin terlalu banyak air yang saya tuang ke dalam cangkir ini?
Atau kau lupa mengajari ku untuk menyajikan kopi ini?
Memang kopi hitam ini terlihat sederhana dan tidak ada yang istimewa.
Tapi buat saya di balik semua itu, kopi hitam ini terasa sangat istimewa karena tangan terampilmu yang membuatnya.
Saya mulai belajar bagaimana membuat kopi hitam yang kau sebut istimewa.
Mulai dari menghitung berapa liter air yang di tuangkan,
Seperti saya belajar menghitung berapa lama kau meninggalkan.
Saya mulai belajar bagaimana kopi ini terasa nikmat,
Seperti saya mencoba belajar bagaimana menikmati hari hari yang kau lalui dengan tuan yang sajikan kopi hitam itu.
Ah sial, kopi ini masih belom terasa nikmat.
Mata saya pun mulai berayun karena kopi yang saya tunggu belum sempurna.
Ah sudahlah, mungkin esok kopi yang saya idamkan itu kembali.
Mungkin sekarang kau sedang asik berbincang dengan tuan di temani kopi yang istimewa itu.
Sedangkan saya hanya berusaha menikmati kopi ini tanpa pemanis yang berada di depan saya.
Saya masih menunggu kopi hitam yang kau sajikan, tanpa pernah menyicipi kopi lainya.