Pagi teruntuk mu yang selalu ingin ku ucapakan selamat pagi.
Sudah kah kamu terbangun dari mimpi panjangmu, Mawar?
Mimpi dimana kita berdua bisa saling bercerita,
Lebih tepatnya lagi di bawah alam sadar, kita berdua bersua tanpa suara.
Bercerita tentang kejam nya dunia nyata yang tega merenggut kebahagian kita berdua.
Terbatas berdiktasi tapi tidak di dalam mimpi.
Bahkan aroma parfum berlebel kapitalis beraroma kacang melekat dalam sebuah ancang.
Ancang-ancang untuk membangunkan kita berdua dalam mimpi,
Untuk segera membuka mata bahwa realita itu nyata.
Sepenggal kalimat di pagi ini terus aku nanti,
Sekedar ucapan "Selamat Pagi" selayak amphetamin yang memberikan reaksinya yang instan.
Mungkin untuk segelintir manusia seperti aku, kalimat seperti itu yang sedang aku tunggu.
Bukan aku menyalahkan rindu, atau aku terlalu sendu.
Tapi hanya dalam dunia maya kita bisa saling bercinta.
KOPI
Wednesday, April 19, 2017
Tuesday, April 4, 2017
Masih Sama
Hai Mawar.
Entah ini hari Senin Selasa
Rabu Kamis Jumat Sabtu atau pun Minggu,
Buat ku mereka sama saja.
Sama sama memberiku arti di
setiap kata nya.
Seperti Senin, mereka
mengartikan sebagai hari baru di penggujung hari Minggu.
Melainkan Selasa, aku anggap
dia selayaknya bumbu penyedap rasa.
Sama hal nya dengan Rabu,
hari di antara Senin dan Selasa.
Apakah Kamis? aku tidak tau
ini manis atau amis.
Datanglah Jumat, penggujung
hari setelah semuanya terasa padat.
Akhirnya pun Sabtu, mungkin
ini yang sebenarnya ingin aku bahas?
Dan Minggu, menggapa mereka
mengagung kan malam minggu?
Mawar.
Saatnya mengucapkan selamat
pagi untuk malam.
Tepat pukul 02.00 wib aku
membiarkan diriku larut dalam reaksi ini.
Seperti diri mu, Mawar,
Yang membiarkan aku larut
dalam euphoria untuk menghabiskan kenangan akhir pekan berdua.
Apa aku tampak bodoh ketika
sedang dalam reaksi ini?
Tenang mawar, tembok kamar
ku tidak bisa bersuara.
Hmm Mawar
Durimu masih terasa tajam,
melekat disetiap malam kembali senyap
Merahmu tidak memudar,
tangkai mu tidak goyah walau angin datang bak tornado yang ingin melahap California.
Bukan sendu, tidak tabu
hanya rindu.
Saturday, April 23, 2016
SEBUT SAJA NAMANYA MAWAR
Mawar.
Sebut saja namanya mawar.
Wanita berparas mungil yang mangajarkan ku untuk melihat
dunia dari sudut pandang yang berbeda.
Selayaknya muda mudi yang hidup di ibu kota kami berdua
saling menjalin asmara.
Singkat cerita, kamis tepat pukul 7 malam kereta api yang
kami naiki pun berangkat.
Kami menuju sebuah kota yang di dalamnya mempunyai banyak
cerita.
Jogjakarta, kota istimewa ya kami menuju kesana.
Sepanjang perjalanan mawar tersenyum melihat indahnya
pemandangan dari kereta yang kita naiki.
Oh tuhan terimakasih telah mengahadiahiku teman
perjalanan seperti ini.
Hey mawar kita sampai di jogja.
Mawar pun berlari selayaknya seorang anak kecil yang amat senang mendapatkan apa yang ia inginkan.
Ku tengok kanan dan kiri untuk mencari tempat yang akan
kita singgahi selama di jogja.
Seorang tukang becak menawarkan untuk mengantarkan ke penginapan
yang berada di dalam sarkem.
Wow, mawar kembali tersenyum sambil berkata “bukannya ini
tempat para pencari kepuasan duniawi ya?”
Aku pun ikut tersenyum sambil berkata, “yasudahlah aku
biasa tertidur dimana pun aku bisa”
Secara perlahan langkah kaki ku mulai menyusuri jalan
setapak ini menuju tempat dimana kita akan terlelap diantara bulan dan bintang
di tanah jawa.
Mawar kini kita di jogja.
Coba mulai kamu lihat jalan malioboro yang kian sesak
dengan pedagang kaki lima.
Coba juga kamu lihat seniman tua itu, dia mencari sesuap
nasi dengan ke idealisan yang dia punya.
Walaupun kamu tau mawar, mencari sesuap nasi mengatas
namakan idealisme itu memang berat.
Kini kita tinggal di jaman yang semuanya serba
kapitalisme, budaya jogja yang anggun mulai tergantikan dengan budaya baru yang
semuanya serba hedonisme.
Mawar..
Hari sudah semakin sore, suasana temaram jogja membuat ku
lapar.
aku rasa kamu pun lapar.
Gudeg mungkin makanan yang tepat untuk memberi makan
cacing cacing yang berada di perut kita.
Dan duduklah kita berhadapan saling lontar cerita.
Aku lihat kamu lebih suka menyantap makanan sederhana ini
di bandingkan dengan fast food yang biasanya kita makan di Jakarta.
Mawar pun berkata..
“Aku dengar musisi jalanan itu memainkan lagu yang isi
nya tentang kekecewaan dia tentang budaya yang sekarang, apa kamu dengar?”
“iya aku mendengarnya mawar, memang budaya yang kita
nikmati sekarang ini telah berubah. Dimana banyak nya campur tangan pihak lain
untuk mendoktrin pemikiran kita tentang budaya yang lama agar terganti dengan
budaya baru yang mengarah ke barat”
Mawar pun terdiam, walaupun aku tau apa yang sedang di
pikirkannya.
“kalau begitu bagaimana musisi jalanan dan seniman tua
itu tadi bisa mempertahankan budaya yang lama?” celoteh mawar sambil meminum es
the manis minuman kesukaanya.
“ya mereka cinta terhadap tanah kelahiran mereka tanpa
memperdulikan datangnya budaya baru” ku balas celotehan mawar dengar senyum
miris yang ku punya.
Mawar kini hari sudah malam..
Kota jogja seakan mengajak untuk lebih dalam lagi
mengenal isi di dalamnya.
Mungkin ini adalah alasan mengapakota jogja di sebut kota
yang istimewa.
Sebagian besar dari mereka masih mempertahankan budaya
warisan dari nene moyang mereka.
Disini masih terdengar sayup sayup suara gamelan yang
mistis.
Suara sinden dengan ciri khas nya yang membuat mawar
menutup kuping karena takut mendengarnya.
Mawar..
Kelak jika kamu kesini lagi bersama aku atau tanpa aku,
Aku harap kamu masih menyimpan semua kenangan di kota
yang istimewa ini.
Kota yang mengajarkan kita tentang berbagai macam hal
Kota yang masih menjaga budaya leluhur mereka
Kota yang penuh dengan cerita bagi setiap pelancongnya.
Terimakasih mawar telah memberikan sebuah kenangan manis
di kota ini.
Teruntukmu mawar, kamu yang cantik yang istimewa seperti
Jogjakarta.
Dari aku mahasiswa tingkat akhir yang kini merindukan
senyummu yang abadi.
KOPI
KOPI
Hai, kopi yang ku nikmati malam
ini terasa aneh.
Saya sendiri bingung mengapa
kopi hitam ini tidak sehitam dulu.
Iya dulu, seperti kopi hitam
yang kau sajikan untuk ku.
Kopi hitam tanpa gula, untuk
mengetahui cita rasa kopi yang kau sajikan.
Cangkir nya pun terasa
kosong, padahal kopi ini telah mengepul karena di sajikan terlalu panas.
Apa mungkin terlalu banyak
air yang saya tuang ke dalam cangkir ini?
Atau kau lupa mengajari ku untuk menyajikan kopi ini?
Memang kopi hitam ini
terlihat sederhana dan tidak ada yang istimewa.
Tapi buat saya di balik
semua itu, kopi hitam ini terasa sangat istimewa karena tangan terampilmu yang
membuatnya.
Saya mulai belajar bagaimana
membuat kopi hitam yang kau sebut istimewa.
Mulai dari menghitung berapa
liter air yang di tuangkan,
Seperti saya belajar menghitung
berapa lama kau meninggalkan.
Saya mulai belajar bagaimana
kopi ini terasa nikmat,
Seperti saya mencoba belajar
bagaimana menikmati hari hari yang kau lalui dengan tuan yang sajikan kopi
hitam itu.
Ah sial, kopi ini masih
belom terasa nikmat.
Mata saya pun mulai berayun
karena kopi yang saya tunggu belum sempurna.
Ah sudahlah, mungkin esok
kopi yang saya idamkan itu kembali.
Mungkin sekarang kau sedang
asik berbincang dengan tuan di temani kopi yang istimewa itu.
Sedangkan saya hanya
berusaha menikmati kopi ini tanpa pemanis yang berada di depan saya.
Saya masih menunggu kopi
hitam yang kau sajikan, tanpa pernah menyicipi kopi lainya.
Subscribe to:
Posts (Atom)